Wednesday, April 29, 2020

Sebab-Sebab Pemutusan Hubungan Kerja

Dalam melaksanakan hubungan kerja terkadang terjadi perselisihan antara pekerja/buruh dengan pengusaha. Perselisihan yang terjadi antara pekerja/buruh dengan pengusaha dalam hubungan kerja dapat menyebabkan terjadinya pemutusan hubungan kerja.  Pemutusan hubungan kerja adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja/buruh dan pengusaha.

Pasal 158 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”) mengatur bahwa pengusaha dapat memutuskan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh dengan alasan pekerja/buruh telah melakukan kesalahan berat sebagai berikut:


1) PHK karena kesalahan berat:
  • Melakukan penipuan, pencurian atau penggelapan barang/ uang milik perusahaan
  • Memberikan keterangan palsu sehingga merugikan perusahaan
  • Mabuk, meminum minuman keras yang memabukkan, memalai atau mengedarkan Narkoba di lingkungan kerja
  • Melakukan perbuatan asusila atau perjudian di lingkungan kerja
  • Menyerang, menganiaya, mengancam atau mengintimidasi teman sekerja atau pengusaha di lingkungan kerja
  • Membujuk teman sekerja atau pengusaha melakukan perbuatan yang bertentangan dengan UU.
  • Dengan ceroboh atau sengaja merusak atau mebiarkan dalam keadaan bahaya barang milik perusahaan yang menimbulkan kerugian bagi perusahaan.
  • Dengan ceroboh atau sengaja membiarkan teman sekerja atau pengusaha dalam keadaan bahaya di tempat kerja
  • Membongkar atau membocorkan rahasia perusahaan yang seharusnya dirahasiakan kecuali untuk kepentingan negara
  • Melakukan perbuatan lainnya di lingkungan perusahaan yang diancam pidana penjara 5 tahun atau lebih.
Kesalahan berat tersebut harus didukung dengan bukti sbb:
  • Pekerja tertangkap tangan
  • Ada pengakuan dari pekerja yang bersangkutan
  • Bukti lain berupa laporan kejadian yang dibuat oleh pihak yang berwenang di perusahaan yang bersangkutan dan didukung oleh sekurang-kurangnya 2 orang saksi
2) PHK karena ditahan pihak berwajib
Pekerja melakukan tindakan pidana bukan atas laporan pengusaha, maka pengusaha tidak wajib membayar upah tapi wajib memberikan bantuan.
  • Satu orang tanggungan = 25% dari upah
  • Dua orang tanggungan = 35% dari upah
  • Tiga orang tanggungan = 45% dari upah
  • Empat orang tanggungan = 50% dari upah
Bantuan diberikan maksimal 6 bulan sejak hari pertama pekerja ditahan.

3) PHK karena melanggar Perjanjian Kerja, Perjanjian Kerja Bersama dan peraturan perusahaan
  • Pengusaha dapat melakukan PHK jika pekerja melanggar PK, PKB dan peraturan perusahaan
  • PHK dapat dilakukan setelah pekerja diberikan surat peringatan pertama, kedua dan ketiga berturut-turut
  • Surat peringatan tersebut paling lama berlaku 6 bulan, kecuali ditetapkan lain dalam PK, PKB dan peraturan perusahaan
  • Pekerja yang mendapatkan PHK memperoleh pesangon, uang penghargaan dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima.
4) PHK karena mangkir kerja
  • Pekerja yang mangkir kerja selama 5 hari berturut-turut tanpa keterangan tertulis yang dilengkapi dengan bukti sah dan telah dipanggil oleh pengusaha 2 kali secara patut dan tertulis dapat di PHK karena dikualifikasikan mengundurkan diri.
  • Tenggang waktu pemanggilan ke 1 dan ke 2 paling sedikit 3 hari kerja.
  • Pekerja diberikan uang hak dan uang pisah yang besarnya diatur dalam PK, PKB atau peraturan perusahaan.
5) PHK karena sakit berkepanjangan
Pekerja yang mengalami sakit berkepanjangan selama 12 bulan dapat mengajukan PHK dan diberikan uang pesangon, uang penghargaan masa kerja dan uang pengganti hak.

6) PHK karena mengundurkan diri
Pekerja mengundurkan diri atas kemauan sendiri, memperoleh uang penggantian hak dan uang pisah yang besarnya ditentukan oleh PK, PKB dan peraturan perusahaan.

Syarat pengunduran diri:
  • Mengajukan permohonan pengunduran diri secara tertulis selambat-lambatnya 30 hari sebelum mengundurkan diri
  • Tidak terikat dalam ikatan dinas
  • Tetap melaksanakan kewajibannya hingga tanggal mulai pengunduran diri.
7) PHK karena menggugat pengusaha
Pekerja dapat mengajukan permohonan PHK kepada lembaga PHI karena perusahaan melakukan hal-hal berikut:
  • Mengaiaya, menghina secara kasar atau mengancam pekerja
  • Membujuk/ menyuruh pekerja untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundangan
  • Tidak membayar upah pada waktu yang telah ditentukan selama 3 bulan berturut-turut atau lebih
  • Memerintahkan pekerja untuk melakukan pekerjaan di luar perjanjian
  • Memberikan pekerjaan yang membahayakan jiwa, keselamatan, kesehatan dan kesusilaan, sedangkan pekerjaan tersebut tidak tercantum dalam perjanjian kerja
8) PHK karena sebab lain:
PHK yang terjadi karena perubahan status, penggabungan, peleburan kepemilikan perusahaan atau pengusaha tidak bersedia menerima pekerja di perusahaanya.
  • Pengusaha berhak melakukan PHK apabila perusahaan terbukti mengalami kerugian 2 tahun berturut-turut atau keadaan memaksa.
  • Pengusaha berhak melakukan PHK apabila pekerja telah memasuki usia pensiun.
Pekerja berhak menerima pesangon, uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak.

Pemutusan Hubungan Kerja

PHK (Pemutusan Hubungan Kerja)

PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) adalah Pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja dan pengusaha.

PHK Massal adalah PHK terhadap 10 orang pekerja atau lebih pada suatu perusahaan dalam satu bulan.

Atau

Rentetan PHK yang dapat menggambarkan suatu itikad pengusaha untuk mengadakan PHK secara besar-besaran.


PHK harus dimusyawarahkan terlebih dulu.
Jika PHK dengan jumlah besar harus dimusyawarahkan dengan serikat buruh. Apabila terjadi deadlock maka harus mendapat penetapan dari PHI (Pengadilan Hubungan Industrial).

Larangan PHK:
  1. Pekerja berhalangan masuk kerja karena sakit menurut keterangan dokter selama waktu tidak melampaui 12 bulan secara terus-menerus.
  2. Pekerja berhalangan menjalankan pekerjaannya karena memenuhi kewajiban terhadap negara sesuai ketentuan UU yang berlaku
  3. Pekerja menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya
  4. Pekerja perempuan hamil, melahirkan, keguguran kandungan atau menyusui bayinya.
  5. Pekerja mempunyai pertalian darah atau ikatan perkawinan dengan pekerja lainnya dlm 1 perusahaan, kecuali diatur dalam perjanjian kerja, PKB atau peraturan perusahaan.
  6. Pekerja mendirikan, menjadi anggota atau pengurus serikat pekerja, pekerja melakukan kegiatan serikat pekerja di luar jam kerja atau dalam jam kerja atas kesepakatan pengusaha berdasarkan peraturan yang diatur dalam PK, PKB dan Peraturan perusahaan.
  7. Pekerja mengadukan pengusaha kepada yang berwajib mengenai perbuatan pengusaha yang melakukan tindak pidana kejahatan.
  8. Karena perbedaan paham, agama, aliran politik, suku, warna kulit, golongan, jenis kelamin, kondisi fisik atau status perkawinan.
  9. Pekerja dalam keadaan cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja atau sakit karena hubungan kerja yang menurut surat keterangan dokter jangka waktu penyembuhannya belum dapat dipastikan.
Sebab-sebab Pemutusan Hubungan Kerja:
  1. PHK karena kesalahan berat
  2. PHK karena ditahan pihak berwajib
  3. PHK karena melanggar Perjanjian Kerja, Perjanjian Kerja Bersama dan peraturan perusahaan
  4. PHK karena sebab lain
  5. PHK karena mangkir kerja
  6. PHK karena sakit berkepanjangan
  7. PHK karena mengundurkan diri
  8. PHK karena menggugat pengusaha

Sunday, April 26, 2020

Lembaga Perlindungan Tenaga Kerja di Indonesia

Lembaga Perlindungan Tenaga Kerja di Indonesia

1) Serikat Pekerja
Serikat pekerja adalah organisasi yang dibentuk dari, oleh dan untuk pekerja baik di perusahaan maupun di luar perusahaan, yang bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis dan bertanggung jawab guna memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan kepentingan pekerja serta meningkatkan kesejahteraan pekerja dan keluarganya.


2) Organisasi Pengusaha
Asosiasi pengusaha sebagai organisasi atau perhimpunan wakil pimpinan perusahaan-perusahaan merupakan mitra kerja serikat pekerja dan Pemerintah dalam penanganan masalah-masalah ketenagakerjaan dan hubungan industrial. Asosiasi pengusaha dapat dibentuk menurut sektor industri atau jenis usaha, mulai dari tingkat lokal sampai ke tingkat kabupaten, propinsi hingga tingkat pusat atau tingkat nasional.

3) Lembaga Kerja Sama Bipartit
Forum komunikasi dan konsultasi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan hubungan industrial di satu perusahaan yang anggotanya terdiri dari pengusaha dan serikat pekerja yang sudah tercatat instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan atau unsur pekerja. Setiap perusahaan yang mempekerjakan 50 (lima puluh) orang pekerja atau lebih wajib membentuk lembaga kerja sama bipartit.

4) Lembaga Kerja Sama Tripartit
forum komunikasi, konsultasi dan musyawarah tentang masalah ketenagakerjaan yang anggotanya terdiri dari unsur organisasi pengusaha, serikat pekerja/serikat buruh dan pemerintah. Lembaga Kerja sama Tripartit terdiri dari:
  1.     Lembaga Kerja sama Tripartit Nasional, Provinsi dan Kabupataen/Kota
  2.     Lembaga Kerja sama Tripartit Sektoral Nasional, Provinsi, dan Kabupaten/Kota.
  3.     Peraturan perusahaan.
5) Perjanjian Kerja Bersama
Perjanjian kerja bersama adalah perjanjian yang merupakan hasil perundingan antara serikat pekerja/serikat buruh atau beberapa serikat pekerja/serikat buruh yang tercatat pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan dengan pengusaha, atau beberapa pengusaha atau perkumpulan pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban kedua belah pihak.

6) Peraturan Perundang-Undangan Ketenagakerjaan
Peraturan-perundangan ketenagakerjaan pada dasarnya mencakup ketentuan sebelum bekerja, selama bekerja dan sesudah bekerja. Peraturan selama bekerja mencakup ketentuan jam kerja dan istirahat, pengupahan, perlindungan, penyelesaian perselisihan industrial dan lain-lain.

7) Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
Perselisihan hubungan industrial diharapkan dapat diselesaikan melalui perundingan bipartit, Dalam hal perundingan bipartit gagal, maka penyelesaian dilakukan melalui mekanisme mediasi atau konsiliasi. Bila mediasi dan konsiliasi gagal, maka perselisihan hubungan industrial dapat dimintakan untuk diselesaikan di Pengadilan Hubungan Industrial.

8) Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI)
Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) adalah sebuah Lembaga Pemerintah Non Departemen di Indonesia yang mempunyai fungsi pelaksanaan kebijakan di bidang penempatan dan perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di luar negeri secara terkoordinasi dan terintegrasi. Lembaga ini dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2006.





Sejarah Hukum Perburuhan dan Sejarah Hubungan Kerja Pada Jaman Kemerdekaan

1) Pemerintahan Soekarno Pasca Proklamasi (1945-1958)

Peraturan ketenagakerjaan yang ada pada masa ini cenderung memberi jaminan sosial dan perlindungan kepada buruh, dapat dilihat dari beberapa peraturan di bidang perburuhan yang diundangkan pada masa ini.



Tabel Beberapa Peraturan Perundangan Ketenagakerjaan
di Masa Pemerintahan Soekarno - 1945 s/d 1958


2) Pemerintahan Soekarno Masa Orde Lama (1959-1966)

Pada masa ini kondisi perburuhan dapat dikatakan kurang diuntungkan dengan sistem yang ada. Buruh dikendalikan oleh tentara antara lain dengan dibentuknya Dewan Perusahaan diperusahaan-perusahaan yang diambil alih dari Belanda dalam rangka program nasionalisasi, untuk mencegah meningkatnya pengambil alihan perusahaan Belanda oleh buruh.

Gerak politis dan ekonomis buruh juga ditandai dengan dikeluarkannya Peraturan Penguasa Perang Tertinggi No. 4 Tahun 1960 Tentang Pencegahan Pemogokan dan/atau Penutupan (lock out) di perusahaan-perusahaan, jawatan-jawatan dan badan-badan vital.

Perbaikan nasib buruh terjadi karena ada gerakan buruh yang gencar melalui Serikat-serikat Buruh seperti PERBUM, SBSKK, SBPI, SBRI, SARBUFIS, SBIMM, SBIRBA.

3) Pemerintahan Soeharto di Masa Orde Baru

Kebijakan industrialisasi yang dijalankan pemerintah Orde Baru juga mengimbangi kebijakan yang menempatkan stabilitas nasional sebagai tujuan dengan menjalankan industrial peace khususnya sejak awal Pelita III (1979-1983), menggunakan sarana yang diistilahkan dengan HPP (Hubungan Perburuhan Pancasila).

Serikat Pekerja di tunggalkan dalam SPSI. Merujuk pada UU No. 18 Tahun 1956 tentang ratifikasi Konvensi ILO No. 98 Tahun 1949 mengenai Berlakunya Dasar daripada Hak Untuk Berorganisasi dan Berunding Bersama, serta Peraturan Menakertranskop No. 8/EDRN/1974 dan No. 1/MEN/1975 perihal Pembentukan Serikat Pekerja/Buruh Di Perusahaan Swasta Dan Pendaftaran Organisasi Buruh terlihat bahwa pada masa ini kebebasan berserikat tidak sepenuhnya dilaksanakan oleh pemerintah.

Peran Militer dalam prakteknya sangat besar misal dalam penyelesaian perselisihan perburuhan.

4) Pemerintahan BJ. Habibie (1998-1999)

Pada 5 Juni dikeluarkan Keputusan Presiden No. 83 Tahun 1998 yang mensahkan Konvensi ILO No.87 Tahun 1948 tentang Kebebasan Berserikat dan Perlindungan Hak untuk Berorganisasi (Concerning Freedom of Association and Protection of the Right to Organise) berlaku di Indonesia.
Meratifikasi K.ILO tentang Usia Minimum untuk diperbolehkan Bekerja/Concerning Minimum Age for Admission to Employment (Konvensi No. 138 tahun 1973) yang memberi perlindungan terhadap hak asasi anak dengan membuat batasan usia untuk diperbolehkan bekerja melalui UU No. 20 Tahun 1999.

Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia (HAM) Indonesia Tahun 1998-2003 yang salah satunya diwujudkan dengan pengundangan UU No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, dan Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perppu) No. 1 tahun 1999 Tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.

5) Pemerintahan Abdurrahman Wahid (1999-2001)

Dilihat dari peraturan ketenagakerjaan yang dihasilkan, pemerintahan Abdurrahman Wahid ini dinilai sangat melindungi kaum pekerja/buruh dan memperbaiki iklim demokrasi dengan UU serikat pekerja/serikat buruh yang dikeluarkannya yaitu UU No 21 Tahun 2000.

6) Pemerintahan Megawati Soekarno Putri (2001-2004)

Peraturan perundangan ketenagakerjaan dihasilkan, di antaranya yang sangat fundamental adalah UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan  yang menggantikan sebanyak 15 (limabelas) peraturan ketenagakerjaan, sehingga Undang-Undang ini merupakan payung bagi peraturan lainnya.

Undang-Undang yang juga sangat fundamental lainnya adalah UU No. 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial yang disahkan pada 14 Januari 2004 dan UU No. 39 Tentang Perlindungan dan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri.

7) Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (2004-2009)

Di masa pemerintahan ini beberapa usaha dilakukan untuk memperbaiki iklim investasi, menuntaskan masalah pengangguran, meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Kebijakan di bidang ketenagakerjaan sehubungan dengan hal di atas, kurang mendapat dukungan kalangan pekerja/buruh.

Beberapa aturan :
  1. Inpres No. 3 Tahun 2006 Tentang Perbaikan iklim Investasi, salah satunya adalah agenda untuk merevisi UU No. 13 Tahun 2003, mendapat tentangan pekerja/buruh.
  2. Pengalihan jam kerja ke hari sabtu dan minggu demi efisiensi pasokan listrik di Jabodetabek.
  3. Penetapan kenaikan upah harus memperhatikan tingkat pertumbuhan ekonomi dan laju inflasi.



Thursday, February 16, 2017

Konsep Dasar Otonomi Daerah

Konsep Dasar Otonomi Daerah

Sesuai dengan UU No. 22 Thn 1999 tentang Pemda dapat disimpulkan dengan Otonomi Daerah telah diberikan kewenangan dan keluasan kepada daerah untuk menyelenggarakan pemerintahan.

Kewenangan tersebut semestinya dipergunakan untuk meningkatkan kualitas pelayanan dan kesejahteraan masyarakat (lebih lancar, lebih mudah, lebih murah).

Meskipun UU tersebut direvisi dengan UU No. 32 dan 33 Th.2004, yang menarik sebagian kewenangan tersebut, tetapi tanggung jawab dan kewenangan pemda masih sangat besar dalam penyelenggaraan pelayanan publik.

Sehingga secara teoritis pelaksanaan otda akan dapat meningkatkan kualitas pelayanan publik, karena :

1. Otonomi Daerah akan memperpendek tingkatan / jenjang hirarkhi pengambilan keputusan, sehingga pengambilan keputusan dapat dilakukan secara lebih cepat.

2. Otonomi Daerah akan memperbesar kewenangan dan keleluasaan daerah sehingga pemda kabupaten / kota dapat merumuskan dan mengimplementasikan kebijakan yang lebih sesuai dengan kebutuhan daerah dan tuntutan masyarakat.

3. Otonomi Daerah akan memperdekat penyelenggaraan pemerintahan dengan konstituennya sehingga penyelenggaraan pemerintah akan dapat merespons tuntutan masyarakat secara tepat.

4. Kedekatan dengan konstituen tersebut juga akan meningkatkan akuntabilitas penyelenggaraan pemerintahan karena masyarakat lebih dekat dan memiliki akses yang lebih besar untuk mengontrol jalannya pemerintahan.

Sunday, February 12, 2017

Definisi Pajak Dan Retribusi Daerah

Definisi Pajak Dan Retribusi Daerah

1. Definisi Pajak Daerah

Pajak adalah  kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan  Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Contoh Pajak Daerah: Pajak Kendaraan Bermotor, Pajak Hotel, Pajak Reklame, dll

2. Defini Retribusi Daerah

Retribusi adalah pungutan Daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau Badan.

Contoh retribusi: Retribusi Pelayanan Kesehatan, Retribusi Parkir Pinggir badan jalan, dll


Jenis-Jenis Pajak

Jenis Pajak provinsi terdiri atas: Pajak Kendaraan Bermotor; Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor; Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor; Pajak Air Permukaan; dan Pajak Rokok.

Jenis Pajak kabupaten/kota terdiri atas:Pajak Hotel; Pajak Restoran; Pajak Hiburan; Pajak Reklame; Pajak Penerangan Jalan; Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan; Pajak Parkir; Pajak Air Tanah; Pajak Sarang Burung Walet; Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan; Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.

Jenis-jenia Retribusi

Jasa tertentu yang dipungut retribusinya oleh Pemerintah Daerah, yaitu:

1. Jasa Umum: Objek Retribusi Jasa Umum adalah pelayanan yang disediakan atau diberikan Pemerintah Daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau Badan.

2. Jasa Usaha: Objek Retribusi Jasa Usaha adalah pelayanan yang disediakan oleh Pemerintah Daerah dengan menganut prinsip komersial yang meliputi: pelayanan dengan menggunakan/memanfaatkan kekayaan Daerah yang belum dimanfaatkan secara optimal; dan/atau pelayanan oleh Pemerintah Daerah sepanjang belum disediakan secara memadai oleh pihak swasta.

3. Objek Retribusi Perizinan Tertentu adalah pelayanan perizinan tertentu oleh Pemerintah Daerah kepada orang pribadi atau Badan yang dimaksudkan untuk pengaturan dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana, atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan.

Jenis Retribusi Jasa Umum: Retribusi Pelayanan Kesehatan; Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan; Retribusi Penggantian Biaya Cetak Kartu Tanda Penduduk dan Akta Catatan Sipil; Retribusi Pelayanan Pemakaman dan Pengabuan Mayat; Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum; Retribusi Pelayanan Pasar; Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor; Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran; Retribusi Penggantian Biaya Cetak Peta; Retribusi Penyediaan dan/atau Penyedotan Kakus; Retribusi Pengolahan Limbah Cair; Retribusi Pelayanan Tera/Tera Ulang;  Retribusi Pelayanan Pendidikan; dan Retribusi Pengendalian Menara Telekomunikasi.

Jenis Retribusi Jasa Usaha: Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah; Retribusi Pasar Grosir dan/atau Pertokoan; Retribusi Tempat Pelelangan; Retribusi Terminal; Retribusi Tempat Khusus Parkir; Retribusi Tempat Penginapan/Pesanggrahan/Villa; Retribusi Rumah Potong Hewan; Retribusi Pelayanan Kepelabuhanan; Retribusi Tempat Rekreasi dan Olahraga; Retribusi Penyeberangan di Air; dan Retribusi Penjualan Produksi Usaha Daerah.

Jenis Retribusi Perizinan Tertentu: Retribusi Izin Mendirikan Bangunan; Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol; Retribusi Izin Gangguan; Retribusi Izin Trayek; dan Retribusi Izin Usaha Perikanan.

Tuesday, November 29, 2016

Pengertian Barang dan Jasa Publik

Pengertian Barang dan Jasa Publik

Pelayanan Publik / Pelayanan umum sangat terkait dengan upaya penyediaan barang publik atau jasa publik dapat dipahami dengan menggunakan taksonomi barang dan jasa yang dikemukakan Hawlett dan Ramesh (1995 : 33-34), berdasarkan derajat eksklusivitasnya (apakah suatu barang / jasa hanya dapat dinikmati secara eksklusiv oleh satu orang saja) dan derajat keterhabisannya (apakah satuan barang atau jasa habis terkonsumsi atau tidak setelah terjadinya transaksi ekonomi), Howlett dan Ramesh membedakan adanya 4 macam barang / jasa, yaitu :

1. Barang / jasa privat

Yaitu barang / jasa yang derajat ekslusivitas dan derajat keterhabisannya sangat tinggi.
Contoh : Pakaian atau jasa tukang pijat yang dapat dibagi-bagi untuk beberapa pengguna, tetapi kemudian tidak tersedia lagi untuk orang lain jika telah dibeli oleh beberapa pengguna.

2. Barang / jasa publik

Yaitu barang / jasa yang derajat eksklusivitas dan derajat keterhabisannya sangat rendah.
Contoh : Penerangan jalan, keamanan atau kenyamanan lingkungan yang tidak dapat dibatasi penggunaannya dan tidak habis meski telah dinikmati banyak pengguna.

3. Peralatan publik atau barang / jasa semi publik

Yaitu barang / jasa yang derajat eksklusivitasnya tinggi, tetapi tingkat keterhabisannya rendah.
Contoh : jalan tol atau jembatan yang tetap masih dapat dipakai oleh pengguna lain setelah dipakai oleh seorang pengguna, tetapi memungkinkan untuk dilakukan penariakan biaya kepada setiap pengguna. 

4. Barang / jasa milik bersama

Yaitu barang / jasa yang derajat eksklusivitasnya rendah, tetapi tingkat keterhabisannya tinggi.
Contoh : ikan, penyu, karang di laut yang kuantitasnya berkurang setelah terjadinya pemakaian, tetapi tak dimungkinkan untuk dilakukan penarikan biaya secara langsung kepada orang yang menikmatinya.

Perbedaan antara empat jenis barang / jasa tersebut dapat dilihat dalam tabel berikut :


Sumber : Howlett dan Ramesh (1995 : 33)