Friday, April 29, 2016

Pengertian dan Sifat Hukum Ketenagakerjaan


Definisi Ketenagakerjaan

Tenaga kerja adalah “Setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat”. (Pasal 1 ayat 2 UU No. 13 Tahun 2003)

Ketenagakerjaan adalah segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama, dan sesudah masa kerja. (Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan)

Prof. Iman Soepomo, S.H. menyimpulkan bahwa, Hukum perburuhan adalah himpunan peraturan, baik tertulis maupun tidak tertulis yang berkenaan dengan kejadian di mana seseorang bekerja pada orang lain dengan menerima upah.

Sifat Hukum Ketenagakerjaan

1. Mengatur
Ciri utama dari Hukum ketenagakerjaan yang sifatnya mengatur ditandai dengan adanya aturan yang tidak sepenuhnya memaksa dengan kata lain boleh dilakukan penyimpangan atas ketentuan tersebut dalam perjanjian.

Contoh: perjanjian kerja, peraturan perusahaan dan perjanjian kerja bersama.

  • Pasal 51 ayat (1) Undang‐Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, mengenai pembuatan penjanjian kerja bisa tertulis dan tidak tertulis. Dikategorikan sebagai Pasal yang sifatnya mengatur oleh karena tidak harus/wajib perjanjian kerja itu dalam bentuk tertulis dapat juga lisan, tidak ada sanksi bagi mereka yang membuat perjanjian secara lisan sehingga perjanjian kerja dalam bentuk tertulis bukanlah hal yang imperative/memaksa;
  • Pasal 60 ayat (1) Undang‐Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, mengenai perjanjian kerja waktu tidak tertentu dapat mensyaratkan masa percobaan 3 (tiga) bulan. Ketentuan ini juga bersifat mengatur oleh karena pengusaha bebas untuk menjalankan masa percobaan atau tidak ketika melakukan hubungan kerja waktu tidak tertentu/permanen.
  • Pasal 10 ayat(1) Undang‐Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, bagi pengusaha berhak membentuk dan menjadi anggota organisasi pengusaha. Merupakan ketentuan hukum mengatur oleh karena ketentuan ini dapat dijalankan (merupakan hak) dan dapat pula tidak dilaksanakan oleh pengusaha.

2. Memaksa
Dalam pelaksanaan hubungan kerja untuk masalah‐masalah tertentu diperlukan campur tangan pemerintah. Campur tangan ini menjadikan hukum ketenagakerjaan bersifat publik.

Sifat publik dari Hukum Ketenagakerjaan ditandai dengan ketentuan‐ketentuan memaksa (dwingen), yang jika tidak dipenuhi maka negara/pemerintah dapat melakukan aksi tertentu berupa sanksi.

Artinya hukum yang harus ditaati secara mutlak, tidak boleh dilanggar.

1. Adanya penerapan sanksi terhadap pelanggaran atau tindak pidana bidang ketenagakerjaan
2. Adanya syarat‐syarat dan masalah perizinan, misalnya:
  • Perizinan yang menyangkut Tenaga Kerja Asing;
  • Perizinan menyangkut Pengiriman Tenaga Kerja Indonesia;
  • Penangguhan pelaksanaan upah minimum dengan izin dan syarat tertentu;
  • Masalah penyelesaian perselisihan hubungan industrial atau pemutusan hubungan kerja;
  • Syarat mempekerjakan pekerja anak, dan sebagainya.

0 comments:

Post a Comment