Tuesday, November 29, 2016

Pengertian Barang dan Jasa Publik

Pengertian Barang dan Jasa Publik

Pelayanan Publik / Pelayanan umum sangat terkait dengan upaya penyediaan barang publik atau jasa publik dapat dipahami dengan menggunakan taksonomi barang dan jasa yang dikemukakan Hawlett dan Ramesh (1995 : 33-34), berdasarkan derajat eksklusivitasnya (apakah suatu barang / jasa hanya dapat dinikmati secara eksklusiv oleh satu orang saja) dan derajat keterhabisannya (apakah satuan barang atau jasa habis terkonsumsi atau tidak setelah terjadinya transaksi ekonomi), Howlett dan Ramesh membedakan adanya 4 macam barang / jasa, yaitu :

1. Barang / jasa privat

Yaitu barang / jasa yang derajat ekslusivitas dan derajat keterhabisannya sangat tinggi.
Contoh : Pakaian atau jasa tukang pijat yang dapat dibagi-bagi untuk beberapa pengguna, tetapi kemudian tidak tersedia lagi untuk orang lain jika telah dibeli oleh beberapa pengguna.

2. Barang / jasa publik

Yaitu barang / jasa yang derajat eksklusivitas dan derajat keterhabisannya sangat rendah.
Contoh : Penerangan jalan, keamanan atau kenyamanan lingkungan yang tidak dapat dibatasi penggunaannya dan tidak habis meski telah dinikmati banyak pengguna.

3. Peralatan publik atau barang / jasa semi publik

Yaitu barang / jasa yang derajat eksklusivitasnya tinggi, tetapi tingkat keterhabisannya rendah.
Contoh : jalan tol atau jembatan yang tetap masih dapat dipakai oleh pengguna lain setelah dipakai oleh seorang pengguna, tetapi memungkinkan untuk dilakukan penariakan biaya kepada setiap pengguna. 

4. Barang / jasa milik bersama

Yaitu barang / jasa yang derajat eksklusivitasnya rendah, tetapi tingkat keterhabisannya tinggi.
Contoh : ikan, penyu, karang di laut yang kuantitasnya berkurang setelah terjadinya pemakaian, tetapi tak dimungkinkan untuk dilakukan penarikan biaya secara langsung kepada orang yang menikmatinya.

Perbedaan antara empat jenis barang / jasa tersebut dapat dilihat dalam tabel berikut :


Sumber : Howlett dan Ramesh (1995 : 33)

Friday, November 18, 2016

Sumber Hukum Ketenagakerjaan

Sumber Hukum Ketenagakerjaan

1. Peraturan Perundang-undangan

  • UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;
  • UU No. 2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial;
  • UU No. 3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja, yg dirubah dgn UU No. 25 thn 1997 & dijelaskan lebih terperinci dalam PP No. 14 tahun 1993 tentang Penyelenggaran Jamsostek dan PP No. 28 thn 2002 tentang Perubahan Pasal 21 PP No. 3 thn 1992;

2. Perjanjian


  • Perjanjian Kerja Bersama / Perjanjian Perburuhan / Kesepakatan Kerja Bersama;
  • Perjanjian Kerja;
  • Peraturan Perusahaan.

3. Keputusan/Penetapan

Penetapan yang dibuat Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan baik tingkat Pusat atau Daerah (P4D atau P4P menurut UU No. 22 tahun 1957) yang kemudian diganti dengan istilah PPHI menurut UU No 2 tahun 2004. Oleh UU telah dinyatakan bahwa penetapan PPHI merupakan compulsory arbitration (arbitrase wajib) sebelum perselisihan pada akhirnya diselesaikan oleh badan peradilan.

4. Trakat 

Kesepakatan internasional baik bilateral maupun multilateral telah banyak melahirkan kaedah-kaedah hukum ketenagakerjaan yang relatif baru atau pun penegasan terhadap praktik ketenagakerjaan yang sudah ada sebelumnya.

Contoh Trakat :
  • Konvensi  ILO  No.  100  tentang  pengupahan  yang  sama  antara  pekerja  pria  danpekerjawanita,  yang  telah  diratifikasi  oleh  Pemerintah RI melalui UU No. 80 tahun   1957;
  • Konvensi  ILO  No.  120  tentang  hygiene  dalam  perniagaan  danperkantoran, yang   kemudian   diraifikasi   oleh   Pemerintah   RI   melalui   UU   No.   3   tahun   1969;
  • Konvensi ILO No. 155 tahun 1981 tentangkewajiban penyelenggaraan program K3

5. Kebiasaan (Custom)

  • Terkesan (seringkali) dianggap wajib untuk dilakukan sehingga dengan tidak dilakukannya kebiasaan tersebut dianggap sebagai sebuah pelanggaran;
  • Berulang-ulang dilakukan
Sebuah kebiasaan yang telah lama berlangsung kemudian diberikan penegasan yang lebih kuat oleh hukum dengan dimuatnya materi yang diatur sebuah kebiasaan menjadi sebuah norma / kaidah yang berlaku mengikat

Friday, April 29, 2016

Pengertian Komunikasi Administrasi

Pengertian Komunikasi

Joseph L. Messic dan John Dougios :
Komunikasi sebagai proses pengiriman gagasan dan pesan dari seseorang kepada orang lain.

Keith Davis :
Komunikasi sebagai proses pemindahan informasi dan pengertian dari orang yang satu kepada orang lain.

Harold Koontz :
Komunikasi sebagai pemindahan informasi dr sumber kpd penerima dg informasi yg dimengerti oleh penerima.

Judith R. Gordon : 
Komunikasi adalah pemindahan informasi ,gagasan, pengertian atau perasaan antar orang.

Istilah “mengirimkan” berkesan seolah komunikasi selalu terjadi dalam jarak jauh, antara sumber & penerima berada di lokasi yg berjauhan, padahal dapat terjadi secara tatap muka. Istilah “pemindahan” berkesan seolah informasi itu dimiliki, dibawa serta diberikan pada orang lain. Oleh karena itu istilah yang paling tepat adalah “menyampaikan” informasi atau warta.

Pengertian Administrasi

Administrasi adalah: Rangkaian kegiatan penataan terhadap kegiatan pokok yg dilakukan oleh sekelompok orang dalam kerjasama untuk mencapai suatu tujuan tertentu.

Pengertian Komunikasi Administrasi

Komunikasi Administrasi adalah: Rangkaian kegiatan penataan saling menyampaikan warta antar para pejabat dalam kerjasama untuk mencapai tujuan tertentu.

Jika kita ingat 8 unsur administrasi :
  • Organisasi
  • Manajemen
  • Komunikasi
  • Kepegawaian
  • Keuangan
  • Perbekalan
  • Ketatausahaan
  • Humas
Maka antara administrasi dengan komunikasi tidak dapat dipisahkan. 

Pengertian dan Sifat Hukum Ketenagakerjaan


Definisi Ketenagakerjaan

Tenaga kerja adalah “Setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat”. (Pasal 1 ayat 2 UU No. 13 Tahun 2003)

Ketenagakerjaan adalah segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama, dan sesudah masa kerja. (Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan)

Prof. Iman Soepomo, S.H. menyimpulkan bahwa, Hukum perburuhan adalah himpunan peraturan, baik tertulis maupun tidak tertulis yang berkenaan dengan kejadian di mana seseorang bekerja pada orang lain dengan menerima upah.

Sifat Hukum Ketenagakerjaan

1. Mengatur
Ciri utama dari Hukum ketenagakerjaan yang sifatnya mengatur ditandai dengan adanya aturan yang tidak sepenuhnya memaksa dengan kata lain boleh dilakukan penyimpangan atas ketentuan tersebut dalam perjanjian.

Contoh: perjanjian kerja, peraturan perusahaan dan perjanjian kerja bersama.

  • Pasal 51 ayat (1) Undang‐Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, mengenai pembuatan penjanjian kerja bisa tertulis dan tidak tertulis. Dikategorikan sebagai Pasal yang sifatnya mengatur oleh karena tidak harus/wajib perjanjian kerja itu dalam bentuk tertulis dapat juga lisan, tidak ada sanksi bagi mereka yang membuat perjanjian secara lisan sehingga perjanjian kerja dalam bentuk tertulis bukanlah hal yang imperative/memaksa;
  • Pasal 60 ayat (1) Undang‐Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, mengenai perjanjian kerja waktu tidak tertentu dapat mensyaratkan masa percobaan 3 (tiga) bulan. Ketentuan ini juga bersifat mengatur oleh karena pengusaha bebas untuk menjalankan masa percobaan atau tidak ketika melakukan hubungan kerja waktu tidak tertentu/permanen.
  • Pasal 10 ayat(1) Undang‐Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, bagi pengusaha berhak membentuk dan menjadi anggota organisasi pengusaha. Merupakan ketentuan hukum mengatur oleh karena ketentuan ini dapat dijalankan (merupakan hak) dan dapat pula tidak dilaksanakan oleh pengusaha.

2. Memaksa
Dalam pelaksanaan hubungan kerja untuk masalah‐masalah tertentu diperlukan campur tangan pemerintah. Campur tangan ini menjadikan hukum ketenagakerjaan bersifat publik.

Sifat publik dari Hukum Ketenagakerjaan ditandai dengan ketentuan‐ketentuan memaksa (dwingen), yang jika tidak dipenuhi maka negara/pemerintah dapat melakukan aksi tertentu berupa sanksi.

Artinya hukum yang harus ditaati secara mutlak, tidak boleh dilanggar.

1. Adanya penerapan sanksi terhadap pelanggaran atau tindak pidana bidang ketenagakerjaan
2. Adanya syarat‐syarat dan masalah perizinan, misalnya:
  • Perizinan yang menyangkut Tenaga Kerja Asing;
  • Perizinan menyangkut Pengiriman Tenaga Kerja Indonesia;
  • Penangguhan pelaksanaan upah minimum dengan izin dan syarat tertentu;
  • Masalah penyelesaian perselisihan hubungan industrial atau pemutusan hubungan kerja;
  • Syarat mempekerjakan pekerja anak, dan sebagainya.